Sunday, March 1, 2009

Wisata Ekologis Interaktif sebagai Alternatif Konservasi Anggrek Berbasis Pariwisata

Permasalahan yang dihadapi dalam pelestarian flora khususnya anggrek alam di Indonesia kian hari semakin bertambah komplek, bukan hanya karena semakin menyempit dan rusaknya habitat, namun juga karena bentuk-bentuk eksploitasi tak bertanggung jawab seperti perdagangan anggrek alam tak terkendali. Dengan berbagai permasalahan tersebut, tak elak lagi kepunahan kehidupan anggrek di alam tidak sekedar isapan jempol para pemerhati lingkungan, namun saat ini benar-benar sudah berada dititik kritis dimana laju kepunahan tersebut akan merangkak mulai dari species-species pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali-NTT dan sekitarnya, kemudian Papua. Bahkan penulis berkeyakinan, Sumatera dan Sulawesi akan mengalami kepunahan ekosistem anggrek di alam pada 2015 bila tidak ada langkah-langkah signifikan yang segera dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan tersebut. Hal ini berdasarkan pada perbandingan laju kerusakan dan eksploitasi di alam yang sangat amat jauh lebih cepat dibanding regenerasi populasi anggrek secara alami yang membutuhkan proses panjang hingga puluhan tahun. Kerusakan hutan tentu berimbas secara langsung pada rusaknya populasi anggrek di alam. Laju kerusakan hutan berjalan demikian cepatnya, bahkan dalam 1 hari luasan 5127,12 hektar dapat habis seketika. Jangan bangga dulu, karena pada detik inipunpun luas hutan dinegara kita tidak lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Data FAO menyebutkan bahwa setiap tahunnya rata-rata 1,871 juta hektar luas hutan kita telah habis. Pada tahun 2005 luas hutan Indonesia yaitu 88,495 juta hektar, namun tahun 2006 yang lalu, angka ini terus menurun hingga 86,624 juta hektar. Dari data tersebut dapat dibayangkan berapakah jumlah populasi anggrek alam yang terkena imbasnya. Angka diatas belum ditambah dengan angka kerusakan populasi anggrek di alam akibat laju eksploitasi tak terkendali oleh para pemburu dan pedagang anggrek tak bertanggung jawab. Lalu, bagaimana dengan laju regenerasi dan rehabilitasi populasi anggrek di alam??? Di propinsi DIJ sendiripun tak lebih dari 10 ha per 5 tahun.
Masih dapatkah kita para pecinta anggrek Indonesia berdiam diri???

Produk hukum yang telah dibuat untuk mengatur pelestarian alam termasuk didalamnya pelestarian flora dan fauna di Indonesia sudah lama diundangkan. Antara lain UU No.5 th 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, PP No. 7 th 1999 tentang Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dan PP No.8 th 1999 tentang Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar. Disamping itu, Indonesia telah meratifikasi konvensi CITES tentang perdagangan international species-species tumbuhan dan satwa sejak tahun 1978, namun sampai saat ini perdagangan liar tumbuhan dan satwa yang dilindungi masih saja banyak terjadi tanpa ada kebijakan dan kesepakatan bersama yang jelas antara pihak-pihak terkait.

Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki segudang potensi alam yang berprospek cerah pada segala bidang. Potensi inilah yang nantinya dimanfaatkan sebagai kunci alternatif strategi perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Salah satunya yaitu untuk dikembangkan sebagai obyek penunjang dunia pariwisata nasional. Dunia pariwisata menjadi sangat penting karena merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia dalam menunjang pergerakan perekonomian di tingkat bawah baik skala daerah maupun nasional. Selain mampu memberi income langsung kepada pemda setempat, sektor pariwisata secara langsung/tak langsung juga memberi imbas pada pergerakan aktivitas ekonomi masyarakat, terutama di sekitar kawasan obyek wisata. Saat ini pola kepariwisataan domestic maupun mancanegara mulai banyak melirik pada obyek wisata yang menawarkan khasanah keindahan alam yang jauh dari kebisingan kota dan berkesan natural namun tetap menunjukan nilai-nilai pelestarian ekologis. Oleh karena itu, kepariwisataan alam kemudian berkembang munuju pola wisata ekologis yang sering disebut sebagai ecotourism dan wisata minat khusus atau special interest tourism. Kedua pola wisata ini dinilai menjamin tetap terpeliharanya keberadaan obyek dan daya tarik wisata alam pada khususnya.

Salah satu bentuk program alternatif dalam mengembangkan pola wisata ekologis (ecotourism) adalah kegiatan perlindungan anggrek alam sebagai organisme yang terancam punah dan juga habitat tempat hidup anggrek alam. Program ecotourism disini lebih menitikberatkan pada alternative solusi untuk program regenerasi serta rehabilitasi anggrek alam dalam mendukung konservasi anggrek secara langsung. Mengingat status kawasan hutan dan kawasan konservasi secara administrative masuk sebagai wilayah pemerintah daerah serta keadaan sosial ekonomi masyarakat kawasan hutan yang selalu berhubungan langsung dengan permasalahan eksploitasi anggrek alam. Maka konservasi anggrek alam yang dilakukan adalah berbasis masyarakat lokal. Pengembangan keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan konservasi anggrek ini akan menjadi kelompok yang mandiri dalam pengelolaan pelestarian anggrek diwilayahnya. Perlunya pembentukan Forum Konservasi Aggrek Alam oleh kelompok tani hutan di tiap-tiap wilayah tingkat Kabupaten sebagai awal keterlibatan kelompok tani hutan yang terorganisir dalam upaya pelestarian anggrek alam di tingkat Kabupaten. Kelompok tani hutan inilah yang nantinya berlaku sebagai agen eksploitor anggrek alam yang “legal” dan terkendali. Anggrek alam ini nantinya dikembangkan melalui proses budidaya untuk menjadi komoditas unggulan dalam paket wisata ekologis.

Salah satu komponen penting dalam suksesnya skenario wisata ekologis adalah desain paket wisata itu sendiri. Lingkup wisata ekologis itu sendiri memiliki basis utama pada area dan kawasan alam lainnya, mirip dengan paket wisata alam lainnya. Hanya saja, perlu ada karakteristik tersendiri berupa adanya aktivitas langsung pembelajaran/pendidikan mengenai kelestarian ekologis. Oleh karena itu, paket wisata perlu dikemas se-interaktif mungkin agar pengunjung tidak sekedar memperoleh efek “refreshing” namun juga memperoleh pengetahuan tentang lingkungan hidup. Kunci utama dari paket wisata ekologis ini adalah “interaksi”. Yaitu berusaha menciptakan kondisi interaksi aktif (interaktif) antara pengunjung dengan komponen-komponen obyek wisata ekologis yang ada. Berbicara mengenai konsep interaktif, maka dalam aplikasinya paket wisata ini dapat dikemas dengan berbagai aktifitas bertema ecology education termasuk didalamnya tentang konservasi.

Paket wisata ekologis yang ditawarkan berupa:

*

Obyek kawasan konservasi baik in-situ maupun ek-situ yang menyajikan koleksi-koleksi tanaman hutan tahunan dalam desain natural maupun artistic layaknya kebun botani.
*

Kemudian adanya habitat buatan bagi berbagai jenis anggrek alam layaknya “showroom” yang menampilkan dinamisme kehidupan anggrek di habitatnya. Misal showroom anggrek epifit, leafless orchid (anggrek akar), anggrek terrestrial, anggrek litofit, anggrek semi epifit dan sebagainya. Setiap melewati masing-masing showroom, pemandu wisata dapat menjelasakan berbagai hal berkenaan dengan habitat anggrek, pola adaptasinya terhadap lingkungan habitat, mekanisme fisiologis, adaptasi morfologi, sisi botani maupun siklus hidupnya dalam satu tahun. Fungsi pemandu wisata ini dapat digantikan dengan liflet atau audio aktif yang berada di masing-masing showroom.
*

Selain itu dalam kawasan konservasi tersebut perlu dibuat suatu petak-petak khusus sebagai habitat buatan bagi anggrek alam. Petak khusus ini dapat berupa hamparan tanah bermulsa organic sebagai habitat anggrek terrestrial, berupa area dengan pepohonan tahunan sebagai habitat anggrek epifit, atau berupa tumpukan gelondongan kayu lapuk sebagai habitat anggrek semi epifit. Pada tiap-tiap petak inilah para pengunjung secara aktif dapat melakukan penanaman anggrek alam sesuai dengan aturan-aturan yang telah dibuat. Para kelompok tani hutan akan kembali berperan sebagai supplier bibit anggrek alam yang dijual dengan harga standar yang jauh lebih murah daripada harga jual komersial umum. Anggrek inilah yang nantinya yang akan menjadi komoditas utama pada paket wisata ekologis. Anggrek alam yang ditawarkan pada paket wisata ini bukan untuk dibawa pulang oleh pengunjung, melainkan untuk ditanam langsung di kawasan konservasi tersebut. Bahkan aktifitas budidaya anggrek para petani hutan ini dapat juga dijadikan obyek wisata berkenaan dengan proses konservasi itu sendiri.

Supaya dapat lebih menarik perhatian pengunjung terhadap skenario konservasi ini, maka pada setiap anggrek yang akan ditanam oleh pengunjung, diberikan sebuah label personal antiair yang dapat ditulis nama si pengunjung atau pesan-pesan khusus seperti “I love you”, sebagai ungkapan privasi masing-masing pengunjung serta sebuah kartu ucapan terimakasih sekaligus kartu identitas sebagai masyarakat peduli konservasi anggrek. Label personal ini natinya dicantumkan di tanaman anggrek yang ditanam oleh pengunjung. Sedangkan kartu identitas ini nantinya difungsikan layaknya identitas member suatu komunitas. Sehingga saat pengunjung tersebut datang kembali, maka dia akan memperoleh perlakuan khusus dan akan merasa bangga karena label personal tersebut tetap melekat pada anggrek yang menjadi tontonan pengunjung-pengunjung lainnya. Tentu saja interaksi yang diharapkan tidak hanya sampai pada proses penanaman, namun hingga proses pemeliharaan pun diharapkan turut berinteraksi, misal dengan melakukan penyemprotan pupuk atau air, sehingga muncul rasa memiliki, menjaga dan menghargai, yang berbuah rasa kebanggaan pribadi apabila tanaman anggrek yang dipeliharanya tumbuh baik, karena disitu terdapat symbol identitas pribadi sebagai alat pengakuan sosial.

Dengan scenario konservasi yang melibatkan interaksi langsung dari pengunjung, diharapkan terjadi suatu pembelajaran nilai-nilai penghargaan ekologis serta pemahaman langsung terhadap makna konservasi kepada para pengunjung. Hal inilah yang menjadi kelebihan dari Grand-design dari paket wisata ekologis dibanding wisata alam lainnya. Grand-design paket wisata ekologis interaktif ini diharapkan dapat mencapai hasil yang diinginkan sebagai upaya penyelamatan anggrek alam tanpa merugikan masyarakat lokal di sekitar kawasan konservasi (kelompok tani hutan). Bentuk wisata ekologi ini diharapkan pula dapat memberikan alternative pendapatan lainnya kepada masyarakat yaitu sebagai jasa pemandu wisata, penginapan, anggrek alam sebagai cinderamata dll. Bentuk wisata ekologis ini akan bertahan dan terjamin keberlanjutannya apabila kawasan konservasi tersebut tidak terdesak untuk kepentingan lain. Untuk mendukung itu, instansi terkait dan masyarakat luas baik melalui LSM atau forum-forum swadaya diharapkan dapat memfasilitasi segala upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat untuk mendorong terciptanya wisata terbatas sebagai alternative yang dapat menjamin terpeliharanya kehidupan anggrek alam yang selaras dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat lokal. Pengembangan fungsi kawasan konservasi dalam paket wisata ekologis interaktif ini diharapkan terus dilakukan agar terdapat banyak jalur pilihan bagi para pengunjung. Demikian sekilas pemikiran dari penulis mengenai langkah-langkah alternative yang dapat dilakukan dalam upaya konservasi kehidupan anggrek alam yang tentu saja banyak kekurangan disana-sini serta ha-hal lainl yang perlu dikembangkan lebih lanjut sesuai karakteristik wilayah masing-masing daerah.

salam konservasi!!
disalin dari : Destario Metusala 07 (anggrek.org)